Ketentuan Pengkreditan PPN Masukan Sebelum Dikukuhkan Sebagai PKP

Calculator Calculation Insurance  - stevepb / Pixabay

Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 (PMK 18/2021), pemerintah memberikan relaksasi pengkreditan pajak masukan. Wajib pajak kini dapat mengkreditkan pajak masukan sebelum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai dengan pedoman pada Pasal 65 PMK 18/2023. Berikut ulasan lengkapnya.

Pengukuhan PKP

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, pengusaha yang melakukan penyerahan terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencapai Rp4,8 miliar wajib dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan berikutnya setelah mencapai batasan tersebut. Selain melaporkan sendiri, pengukuhan dapat dilakukan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak. Untuk pengukuhan secara jabatan, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan untuk pengukuhan PKP secara jabatan.

Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Dikukuhkan Sebagai PKP

Saat dilakukan pemeriksaan terkait pengukuhan PKP, wajib pajak dapat dikenakan sanksi, berupa SKPKB atas PPN yang kurang dibayar. Selain itu, wajib pajak juga dapat dikenakan sanksi karena tidak menerbitkan faktur pajak.

Pengenaan sanksi tersebut dinilai tidak adil karena bagi wajib pajak, hanya kewajiban saja yang berlaku retroaktif, sedangkan hak wajib pajak tidak. Hak yang dimaksud adalah terkait hak pengkreditan atas Pajak Masukan. Sebelum berlakunya PMK 18/2021, Pajak Masukan bagi pengusaha sebelum dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan.

Untuk menyeimbangkan perlakuan hak dan kewajiban bagi PKP, melalui PMK pemerintah memberikan relaksasi pengkreditan Pajak Masukan. Sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) PMK 18/2021, Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKPTB dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dapat dikreditkan oleh PKP sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan sejak pengusaha wajib dikukuhkan menjadi PKP sampai dengan dikukuhkannya pengusaha menjadi PKP. Sebagai contoh, penyerahan terutang PPN dari PT R di bulan Mei 2023 telah mencapai Rp5,2 miliar. PT R wajib dikukuhkan paling lambat 30 Juni 2023. Namun, PT R dikukuhkan pada 5 September 2023. Maka, Pajak Masukan sebesar 80% dapat dikreditkan untuk penyerahan terutang sejak 30 Juni 2023 sampai dengan 5 September 2023. Simak contoh lain berikut ini.

Contoh Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Dikukuhkan Sebagai PKP

PT Fashion Skena Muda (FSM) merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan garmen. Selama tahun 2021, FSM membukukan total peredaran bruto (penyerahan terutang PPN) sebesar Rp4.500.000.000 sehingga FSM belum wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. FSM membukukan total peredaran bruto periode tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 7 Mei 2022 sebesar Rp4.800.000.000, sehingga FSM seharusnya melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama tanggal 30 Juni 2022. FSM baru melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 19 Oktober 2022.

Pada tanggal 18 Juni 2023, KPP A melakukan pemeriksaan PPN terhadap FSM untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2022. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak menemukan data sebagai berikut:

  1. peredaran bruto FSM untuk tahun buku 2022 yaitu sebesar Rp10.000.000.000;
  2. penyerahan garmen sejak FSM dikukuhkan sebagai PKP (tanggal 19 Oktober 2022) sampai dengan tanggal 31 Desember 2022 yaitu sebesar Rp1.700.000.000; dan
  3. penyerahan garmen oleh FSM untuk periode sejak FSM seharusnya dikukuhkan sebagai PKP yaitu tanggal 30 Juni 2022 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2022 yaitu sebesar Rp2.500.000.000.

Penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh FSM adalah sebagai berikut:

Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut = Rp2.500.000.000 x 11% = Rp275.000.000

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp275.000.000 x 80% = Rp220.000.000

PPN Kurang Bayar = Rp275.000.000 – Rp220.000.000 = Rp55.000.000

Dengan relaksasi pengkreditan, jumlah PPN Kurang Bayar menjadi lebih kecil, semula Rp275.000.000 menjadi Rp55.000.000, sehingga sanksi yang harus ditanggung PKP pun akan lebih kecil.

Categories: Tax Learning

Artikel Terkait